Rabu, 18 Agustus 2010

JINAYAH DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ISLAM
A. Pengertian Jinayah Hukum Pidana
Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas,diyat atau ta`zir. Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :- 1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama
sendiri dan sebagainya 2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala
fitrah tuduh-menuduh. 3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada
kecurian, ragut dan lain-lain. 4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan
keselamatan diri. 5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan
orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan Fiqih Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil yang terperinci. Jinayah adalah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan. Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir. (Djazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayat (Menanggulangi Kejahatan dalam Islam).. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada). Dalam tindak pidana (Jarimah) dalam Islam dilihat dari berat ringannya hukuman dibagi menjadi tiga, yaitu hudud, qishosh diyat dan ta’zir; Pertama, Jarimah Hudud. Yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili (ulil amri). Namun dikalangan ulama berpedapat katagori dalam jarimah hudud dibagi dalam tujuh golongan, yaitu zina, menuduh zina (qodzf), mencuri (sirq), perampok dan penyamun (hirobah), minum-mnuman keras (surbah), dan murtad (riddah). Dalam al-Qur'an, kata "Sunnah" berarti sistem/aturan atau hukum Tuhan atau ajaran-ajaran umat terdahulu yang masih ada. Al-Qur'an tidak menunjukkan bahwa "sunnah" adalah tingkah laku atau gerak- gerik Nabi. Asas legalitas ialah keabsahan sesuatu menurut undang-undang. Dalam Islam, secara substansial ialah ayat-ayat Al-Qur`an, diantaranya; Al-Isra 15, Al-Qasas 59, Al-An`am 19, dan Al-Baqarah 286. Dari ayat-ayat tersebut, fuqaha merumuskan beberapa kaidah hukum Islam. Dari kaidah-kaidah tersebut memunculkan dua syarat yang harus dipenuhi sehingga dikatagorikan tindak pidana. Pertama, pelaku tidak gila dan bukan karena membela diri. Kedua, perbuatan tersebut diketahui jelas ada ancaman bagi yang melanggar. B. JENIS-JENIS TINDAK PIDANA HUDUD. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak harta orang dan melakukan gerakan kekacauan. enis-jenis hukumannya, ada yang berbentuk hudud, yaitu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh nash jenis dan berat-ringannya hukuman. Ada yang berbentuk Qishah, yakni hukuman yang sama dengan tindak kejahatannya. Ada yang berbentuk diyat, yaitu denda sebagai pengganti tidak dilakukannya qishash. Dan ada yang berbentuk Ta’zir, yaitu hukuman yang tidak tersebut dalam ketentuan diatas dengan ketetapan hakim. 1. Pencurian. Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan). Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas. 2. Perzinahan. Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.Sanksi hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoer mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau alat bukti.Perzinahan diharamkan oleh Islam karena : 1) Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris. 2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya. 3) Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan. 4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular. 3. Homoseksual (Biseks). Homoseksual dikategorikan sebagai perzinahan karena termasuk hubungan seksual walaupun sesama jenis sehingga dikenai hukum seperti perzinahan; Dirajam atau dicambuk. Homoseksual merupakan sikap abnormal, tidak terpuji, bertentangan dengan fitrah manusia serta mengganggu mekanisme reproduksi dan regenerasi dan menimbulkan penyakit fisik, seperti AIDS 4. Qadzaf. Qadzaf adalah menuduh orang lain melakukan perzinahan. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat. 5. Muharobah (berbuat kekacauan) Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang aturan perundang-undangan.
Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan ketertiban umum.Sangsi hukum pelaku muharobah adalah: 1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda. 2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang. 3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh. 6. Minum Khamr. Khamr adalah minuman yang memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali (Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang berat karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan ekses negatif terhadap lingkungannya. C. Q I S H O S H. Qishash adalah hukuman yang setimpal atau sama dengan tindak kejahatan para pelakunya; Membunuh dibunuh lagi, memotong anggota badan dipotong lagi, melukai dilukai lagi; Melukai orang mungkin bisa tidak diqishash dengan dilukai lagi tetapi dengan cara bertanggung jawab atas biaya pengobatan jika dimaafkan oleh korban. Hukuman qishash berlaku bagi orang yang melakukan tanpa alasan yang dibenarkan syara’; Membunuh orang ketika berperang, membunuh orang ketika mempertahankan diri, membunuh orang ketika melaksanakan hukuman qishash seperti para algojo atau regu tembak tidak dikenai hukum qishash.Hukuman qishash hanya berlaku bagi pembunuhan yang disengaja itupun apabila keluarga korban tidak memaafkan. Apabila keluarga korban memaafkan maka hukuman qishash tidak dilaksanakan, hanya saja yang bersangkutan wajib membayar diyat (denda) yaitu menyerahkan 100 ekor unta; 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban atau dengan uang yang senilai dengan itu. Pembunuhan yang tidak sengaja (seperti bermaksud menembak burung tapi mengenai orang sampai mati), sangsinya adalah kaffarah (pada zaman Nabi saw. dalam bentuk pembebasan budak belian, untuk saat ini mungkin bisa dalam bentuk pembebasan orang yang sedang dililit utang, pemberian bea siswa bagi kaum dhu’afa, pemberian jaminan bagi tahanan politik) Dan jika kaffarah ini tidak mampu dilakukan bisa mengambil kaffarah lain yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Disamping kaffarah ia dibebani untuk membayar diyat berupa pemberian 100 ekor unta atau yang senilai dengannya kepada keluarga korban.Pembunuhan semi sengaja atau pembunuhan seperti sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain tanpa bermaksud membunuh tetapi hanya melukai saja karena alat yang digunakan secara biasa tidak akan mengakibatkan kematian, tetapi justru mengakibatkan matinya seseorang, seperti memukul orang dengan kayu, atau menempeleng orang tetapi yang dipukul mati karenanya.Sangsi hukum bagi pembunuh semi sengaja adalah membayar diyat berbentuk penyerahan 100 ekor unta 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban. D. TA’ZIR Ta’zir adalah hukuman atau sangsi yang tidak termasuk kategori diatas terhadap tindak pidana yang tidak termasuk hudud dan qishash yang ditetapkan oleh hakim atau melalui perundang-undangan dengan tujuan terciptanya kemaslahatan, tertolaknya kemadharatan dan hilangnya kesukaran. KESIMPULAN Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil yang terperinci. Jinayah adalah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan. Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak harta orang dan melakukan gerakan kekacauan. Jenis-jenis hukumannya, ada yang berbentuk hudud, yaitu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh nash jenis dan berat-ringannya hukuman. Ada yang berbentuk Qishah, yakni hukuman yang sama dengan tindak kejahatannya. Ada yang berbentuk diyat, yaitu denda sebagai pengganti tidak dilakukannya qishash. Dan ada yang berbentuk Ta’zir, yaitu hukuman yang tidak tersebut dalam ketentuan diatas dengan ketetapan hakim.

DAFTAR PUSTAKA

Aliyy, Al-Quran dan terjemahan. CV. Diponegoro. Bandung.2000) Mushthafa, Ahmad, Terjemahan Tafsir Al- Maraghi, CV.Toha Putra. Semarang,1993cet2

KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb P
uji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua dalam penyusunan makalah ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah membawa cahaya keimanan kepada kita semua. Amin … Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan kekurangan ilmu. Namun berkat bimbingan Ibu/ Bapak guru dan berbagai buku yang memberikan tentang “Kedudukan Qisas Dalam Syariat Islam”. Dapat selesaikan walaupun masih banyak kekurangan. Dengan demikian kami mengharapkan kritik dan saran serta petunjuk- petunjuk dalam perbaikan makalah ini untuk mencapai penyempurnaan yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, jika ada kesalahan dan kekurangannya dalam makalah ini, kami mohon maaf. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut serta membantu proses penyusunan makalah ini. Padangsidimpuan, 9 November 2009 Penyusun

Tidak ada komentar: